Sebuah ironi pahit mewarnai tahun 2025 di Indonesia. Publik dikejutkan dengan penemuan grup Facebook bernama "Komunitas Fantasi Hubungan Sedarah Indonesia." Kelompok daring ini diduga kuat menjadi sarana anggotanya untuk berbagi cerita, berfantasi, bahkan menyebarkan konten pornografi bertema inses. Lebih memprihatinkan, sebagian unggahan mengindikasikan adanya praktik transaksi seksual nyata yang melibatkan hubungan sedarah. Merespons hal ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) tengah melakukan investigasi mendalam dan mendesak aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan tegas jika terbukti adanya eksploitasi dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak (news.republika.co.id, 17 Mei 2025).
Komnas Perempuan turut angkat bicara, mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Mereka menegaskan bahwa inses bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan bentuk ekstrem dari kekerasan seksual yang harus diberantas hingga akarnya. Fenomena ini juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap konten menyimpang di media sosial, yang mempermudah penyebaran pornografi dan kekerasan seksual di ruang publik (www.beritasatu.com, 17 Mei 2025).
Fenomena tragis ini memperlihatkan betapa rapuhnya sistem keluarga dan nilai moral dalam masyarakat yang dikendalikan oleh sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini secara inheren menjauhkan agama dari kehidupan publik dan menggantikannya dengan prinsip kebebasan absolut. Atas nama hak asasi manusia, individu merasa bebas melakukan apa saja, bahkan yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Ketika hawa nafsu menjadi pengarah hidup, masyarakat perlahan namun pasti terjerumus ke dalam penyimpangan, seperti yang kini kita saksikan.
Laporan lain menyebutkan bahwa "Grup Fantasi Hubungan Sedarah Indonesia" telah dilaporkan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Pemerintah dikabarkan tengah berupaya menutup akun tersebut dan melacak jejak digital para pelakunya. Namun, respons semacam ini bersifat reaktif dan tidak menyentuh akar permasalahan yang lebih dalam, yaitu kebebasan digital yang tanpa batas, lemahnya internalisasi nilai-nilai agama, serta sistem sekuler kapitalisme yang cenderung menormalisasi perilaku menyimpang dari norma agama dan sosial (bisnisupdate.com, 16 Mei 2025).
Islam sebagai sistem hidup yang menyeluruh (kaffah), memandang inses atau hubungan sedarah sebagai dosa besar dan pelanggaran serius terhadap martabat manusia. Negara dalam sistem Islam tidak hanya menghukum pelaku inses secara tegas, tetapi juga mencegah terjadinya penyimpangan ini sejak dini. Hal ini dilakukan dengan membangun ketakwaan individu, menciptakan lingkungan sosial yang bersih dari konten merusak, serta menjalankan amar makruf nahi munkar secara berjamaah.
Dalam sistem Islam, media dikendalikan agar tidak menjadi alat penyebar kerusakan moral. Tidak ada tempat bagi konten pornografi atau penyimpangan seksual. Negara juga bertanggung jawab penuh dalam mendidik masyarakat dengan nilai-nilai syariah dan menjaga institusi keluarga agar tetap kokoh sebagai benteng terakhir penjaga moralitas.
Jika kita terus mempertahankan sistem sekuler kapitalisme, maka fenomena seperti ini akan terus berulang dan bahkan meluas. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan generasi dan memuliakan keluarga adalah kembali pada Islam sebagai ideologi hidup. Hanya dengan penerapan Islam secara menyeluruh, kehormatan keluarga dan kemuliaan manusia dapat dijaga dari berbagai bentuk kerusakan moral yang kini makin merajalela.
Oleh : Lia Awaliyah (Mahasiswi Majalengka)
Post A Comment:
0 comments: