E satu.com - Ketua Kelompok Masyarakat Peduli Perlindungan Anak (KMPPA) Jabar, Andri Mochamad Saftari mengatakan, kompleksitas permasalahan dan kejahatan anak di Jawa Barat marak terjadi. Di sisi lain, pemerintah daerah selaku penyelenggera negara sekaligus sebagai penyelenggara perlindungan anak tak serius menjamin hak dan melindungi anak. (pikiranrakyat, 2/8/2022)

Hari Anak Nasional memang setiap tahun diadakan dengan harapan dapat berkontribusi untuk mendesak pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan anak. Demikian pula dengan berbagai kebijakan dan program pemerintah telah dijalankan, tetapi kondisi anak semakin terpuruk.

Mereka tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, dan rumah yang layak. Orang tua mereka tidak difasilitasi oleh negara dengan pekerjaan yang layak untuk mampu memenuhi kebutuhan pokok individu (sandang, pangan, papan) dan kebutuhan pokok kolektif (keamanan, kesehatan, pendidikan).

Orang tua mereka juga tidak dibimbing untuk mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua yang mendidik dan menjaga anaknya dari siksaan api neraka.

Inilah hakikatnya negara kapitalis yang bersikap regulator. Tidak heran jika persoalan tidak kunjung usai. Maraknya permasalahan anak tersebab sistem sekuler-kapitalisme yang diterapkan tak mampu menjaga hak-hak anak. Akhirnya yang menjadi korban adalah anak-anak generasi masa depan. 

Padahal, Islam memandang bahwa setiap anak memiliki potensi yang berasal dari Allah (akal dan kebutuhan hidup) dan Islam menjamin pemenuhan seluruh potensi yang dimiliki anak secara utuh dan benar sebagaimana Islam juga menjamin terpenuhinya seluruh potensi anggota masyarakat dewasa yang lain.

Karena bila tidak terpenuhi berarti akan mengganggu pelaksanaan proses pengabdian seorang anak kepada Rabbnya, yaitu untuk beribadah sebagaimana firman Allah di QS. adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku".

Semua anak akan mendapatkan hak-haknya untuk memenuhi semua kebutuhan yang lahir dari potensi hidup yang dianugerahkan Allah kepadanya. Hak tersebut antara lain adalah hak anak untuk mendapatkan nafkah. Nabi SAW bersabda dalam hadis riwayat Abu Daud, "Hukumnya berdosa orang yang menyia-nyiakan orang-orang yang wajib dinafkahi".

Anak dalam naungan Islam akan berhak mendapatkan nafkah dari orang tuanya, wali ataupun para kerabatnya. Islam memfasilitasi penyediaan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai bagi kepala keluarga untuk mencari nafkah dalam rangka melaksanakan kewajiban yang dibebankan syara' bagi laki-laki/ayah/wali.

Selain itu, negara akan memaksa kepala keluarga/wali yang tidak bertanggung jawab terhadap anggota keluarga (termasuk anak-anaknya) untuk melaksanakan kewajiban mencari nafkah, dan menghukum bila tidak melaksanakan kewajiban tersebut setelah diberi peringatan sebelumnya.

Apabila anak tidak memiliki orang tua dan wali yang mampu mencukupi kebutuhan mereka, baik karena cacat, sakit keras atau lemah, maka sebagai jalan terakhir negara akan mengambil tanggungan ini. Dan tidak akan ada yang disebut dengan program "rumah singgah", "kota ramah anak" atau "penampungan sosial".

Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan, negara memposisikan diri sebagai pihak yang bertanggung jawab secara penuh dalam menyediakan seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Dengan demikian, hanya dalam naungan Islam sajalah anak-anak Indonesia termasuk anak-anak di dunia mampu menjalani kehidupannya dengan bahagia, ceria, menyenangkan, dan berkualitas karena adanya jaminan yang pasti dari Allah SWT.

Saatnya setiap kaum Muslimin yang memiliki kepedulian untuk menuntaskan permasalahan yang dihadapi anak-anak sudah selayaknya mengambil Islam sebagai diin dan sistem yang sempurna dan menjanjikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh alam.

Anak dalam peradaban Islam benar-benar akan dapat merasakan kehidupan yang mulia, sejahtera dan bahagia untuk semua anak baik laki-laki dan perempuan, Muslim dan non-Muslim, kaya maupun miskin. Wallaahu a'lam bishshawwab.
Penulis Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka)
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top