E satu.com 
( Indramayu) - Persoalan Nikah Siri untuk Pejabat Negeri Sipil sudah jelas  melanggar regulasi yang ada. Seperti yang kini diduga dilakukan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Indramayu, Ir Aep Surahman yang melakukan  praktek perkawinan siri bersama seorang gadis bernama Siti Aisyah asal Kabupaten Serang Banten pada tahun 2017 silam.  

Sekda Indramayu dalam hal ini, diduga melanggar  Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS dan ketentuan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Bahkan tentu sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil ( PNS) yang diketahui pada KTP-nya, PNS merupakan teladan bagi masyarakat, sikap dan perilakunya menjadi contoh bagi masyarakat sekitarnya bahkan sampai kepada urusan yang sifatnya pribadi seperti perkawinan.

Sejumlah elemen masyarakat sangat menyayangkan apa yang diduga  dilakukan oleh  pejabat tersebut. Bahkan, hingga kini Bupati Indramayu Nina Agustina  belum mengambil langkah-langkah yang pasti .

Salah satunya tanggapan dari Direktur Pusat Kajian Strategis dan Pembangunan Daerah, O'ushj Dialambaqa, Rabu (15/05/2024) kepada wartawan.

Disampaikanya, Aep Surahman sebagai Sekda mempertontonkan keteladanan buruk atau bobrok pada ASN lainnya di lingkungan pemerintahan Bupati Nina yang memilki segudang prestasi pengumpul penghargaan manipulatif.   Pertanyaannya adalah beranikah Bupati bersikap dan bertindak tegas untuk mengusulkan kepada Gubernur (atas dasar kewenangan Eselonisasi) untuk pemberhentian (pemecatan) dengan tidak hormat  sebagai ASN kepada Sekda Aep Surahman yang dengan sangat jelas  memenuhi unsur pelanggaran UU Perkawinan, KUHP, UU ASN, PP No. 10 Tahun 1984, PP No. 45 Tahun 1990 junto regulasi lainnya.

" Jika Bupati tidak berani mengambil sikap dan tindakan tegas atas kasus nikah sirih yg oleh UU Perkawinan dianggap ilegal, karena tidak tercatat di negara apalagi sebagai ASN dengan jabatan Sekda yang tentu paham betul dengan seperangkat peraturan perundang-undangan yang melekat pada dirinya sebagai ASN dan jabatannya. Apa argumentasi Bupati jika tidak berani, padahal sudah menjadi perhatian publik dan sudah berulangkali menjadi pemberitaan media massa," ujar O'ushj Dialambaqa.

Lebih lanjut kata dia, Bupati Nina nyaris dalam semua hal, sangat memamerkan kearogansian kekuasaannya terhadap ASN dengan pasal kearogansian kekuasaan yang selalu dipamerkan menjadi senjata ampuh manakala menerbitkan Surat Edaran untuk bawahannya (ASN).

Adapun Pasal kearogansian kekuasaan yang dipamerkan Bupati adalah pasal 31 UU NO. 5 Tahun 2014 tentang ASN: Bupati sebagai pembina ASN mempunyai kewenangan untuk memberhentikan, mengangkat, memutasikan dan seterusnya atas ASN di lingkungan pemerintahannya.

" Pamer pasal kearogansian kekuasaan tersebut pernah dipertontonkan Bupati Nina dengan menerbitkan Surat Edaran untuk pembubaran K3S, MKKS, yang isi SE tersebut ngawur, karena yang membubarkan harus pengurusnya sendiri organisasi K3S dan MKKS, dan SE lainnya,"  terangnya.

Lebih lanjut, maka kasus Sekda Aep Surahman atas nikah sirih tersebut menjadi tantangan Bupati untuk membuktikan sikap dan tindakan tegasnya untuk memberhentikan dengan tidak hormat atas Aep Surahman sebagai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bahkan tidak hanya itu konsekuensi Sekda Aep Surahman yang berani dengan sadar mengambil sikap nikah sirih yang melawan hukum.

Atas konsekuensi nikah sirih yang oleh UU Perkawinan dinyatakan ilegal, tidak sah, harus dijerat dengan KUHP pasal 279 dan pasal 284, dimana ancaman pidananya 7 tahun untuk pasal 279 dan 5 tahun untuk pasal 284.

Oleh karena itu, Bupati sebagai pembina ASN berkewajiban untuk menyerahkan proses hukum lanjutannya kepada APH dalam hal ini Polres Indramayu, bukan membiarkan kasus tersebut tanpa proses hukum, karena berada dalan lingkaran pemerintahannya.

" Bupati tidak bisa mengatakan tidak tahu atau tidak mengambil sikap tegas, seperti sikap banci yang dipertontonkan Inspektur Inspektorat atas pemberitaan media, yang mengatakan, Inspektorat baru mau bersikap bilamana sudah ada pengaduan masyarakat ke Dumas Inspektorat," terangnya.

Menurutnya, argumentasi tersebut mempertontonkan Inspektur Inspektorat tidak lulus dalam mata kuliah sistem pengawasan, mata kuliah pemerintahan, karena tidak mengerti atas tupoksinya yang melekat pada kelembagaannya dan pada tanggung jawab atas jabatannya sesuai tupoksinya.

" Jika lulus mata kuliah sistem pengendalian dan pengawasan, tentu dalam sistem pengawasan yang waras, tidak soak, pengawasan tidak hanya menunggu pengaduan masyarakat ke Dumas Inspektorat, kecuali belum ada pemberitaan media massa yang telah dikonsumsi publik dan atau belum ada fakta dan data konkret yang disampaikan publik atau media ketika wartawannya meminta tanggapan atas kasus tersebut, " paparnya.

PKSPD juga meminta Polres untuk menjalankan tupoksi yang melekat pada institusinya, bukan seperti Inspektorat yang berpangku tangan atau pura-pura tidak tahu atau tidak membaca media, sehingga menunggu pengaduan masyarakat, publik. Dari pemberitaan media massa yang menjadi perhatian publik sudah merepresentasikan pengaduan publik.

Dan, PKSPD juga meminta KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) juga harus bersikap tegas melakukan tindakan dan pemberian sanksi atas Sekda Aep Surahman, jika telah membaca pemberitaan media dan atau jika publik telah menginformasikannya.

" Untuk itu, kita tunggu keberanian Bupati untuk bersikap dan bertindak tegas atas kasus nikah sirih yang dilakukan Sekda Aep Surahman, karena Aep Surahman juga telah memalsukan identitas dirinya pada Surat Pernyataan Nikah Sirih, dimana menuliskan data bohong atas memalsukan data pada poin pekerjaan yang dikosongkan atau tanda strip garis datar (-), padahal statusnya pekerjaannya pada tahun 2017 pada saat nikah sirih, Aep Surahman sudah sebagai ASN dan sudah menduduki jabatan strategis sebagai Kepala SKPD di Pemkab Indramayu, " pungkasnya 

(TKH)
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top