E satu.com (Kota Cirebon) - Dunia kembali menyoroti Indonesia setelah kehadiran puluhan biksu dari berbagai negara yang melakukan perjalanan spiritual jalan kaki bertajuk Thudong Internasional dari Thailand menuju Candi Borobudur, Jawa Tengah. Ritual kuno yang berasal dari ajaran Buddha ini tidak hanya mengundang kekaguman umat Buddha, tetapi juga menjadi simbol kuat toleransi antarumat beragama di Indonesia.
Thudong berasal dari bahasa Pali, yang secara harfiah berarti “perjalanan kaki.” Bagi para bhante atau biksu, thudong adalah bentuk tertinggi latihan spiritual, meniru jejak para pemuka Buddha ribuan tahun silam yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain demi mencapai pencerahan.
Meski telah dilakukan di berbagai negara seperti India, Nepal, hingga wilayah-wilayah Asia lainnya, thudong belum pernah melintasi Indonesia — negara yang dulu sempat dipandang skeptis terkait isu toleransi beragama. Namun, segalanya berubah pada tahun 2023, saat dunia dikejutkan dengan aksi keberanian para biksu thudong yang menapaki bumi nusantara dari Thailand hingga Borobudur.
Kehadiran mereka tak hanya menjadi sorotan media nasional, tetapi juga internasional — dari Asia hingga Amerika Latin. Thudong 2023 menjadi peristiwa monumental, tidak hanya karena jaraknya yang jauh dan penuh risiko, tetapi juga karena Indonesia berhasil menjadi tuan rumah yang ramah dan aman.
Di balik keberhasilan itu, terdapat sosok penting: Prabu Diaz, seorang Muslim asal Cirebon, yang juga menjabat sebagai Panglima Laskar Agung Macan Ali Nuswantara. Bersama komunitasnya dan Bhante Wawan, seorang biksu dari Cirebon, mereka menjadi pelopor dan pengawal jalannya para biksu dari perbatasan barat Thailand hingga Borobudur. Pengawalan bukan hanya fisik, tetapi juga dukungan logistik, keamanan, dan keterbukaan budaya.
“Ini adalah bentuk nyata bahwa Indonesia sangat menjunjung tinggi toleransi,” ujar Prabu Diaz penanggung jawab thudong internasional 2025, Sabtu (17/5/2025).
Keberhasilan thudong 2023 pun membuka pintu bagi pelaksanaan Thudong Internasional 2025. Kali ini, 36 biksu menempuh perjalanan lebih panjang, sejauh 2763 kilometer, dimulai dari ibu kota Bangkok pada 6 Februari 2025 dan tiba di Borobudur pada 10 Mei 2025 — tepat tiga bulan enam hari perjalanan kaki.
Antusiasme masyarakat Indonesia, khususnya di sepanjang jalur Pantura Jawa Barat hingga Jawa Tengah, luar biasa besar. Warga menyambut dengan ramah, menyediakan makanan, tempat istirahat, bahkan membantu para biksu dalam perjalanan.
Thudong tak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga simbol persaudaraan, keberagaman, dan perdamaian dunia. Indonesia yang dulu dianggap “kurang toleran” kini menjelma menjadi rumah kedua yang bersahabat bagi para biksu. Sebuah pembuktian bahwa toleransi bukan hanya slogan, tetapi kenyataan yang hidup di tengah masyarakat. (Wnd)
Post A Comment:
0 comments: