Bonnie


E satu.com (Cirebon) - Puncak demokratisasi sekelas desa adalah pemilihan kuwu atau kepala desa. Tapi, patut diakui bahwa kekuatan modal dan pemodal telah menghantam sendi demokrasi yang pada akhirnya demokrasi kini telah tergadai ke tangan pemilik modal dan akan menciptakan tirani.

Menurut Ketua umum Komunitas Lentera Sasak, Warsono atau yang akrab di panggil Jarot bahwa pemilik modal tak bisa diimbangi civil society ini sangat ironis Pasalnya, kebijakan desa akan ditentukan oleh pemilik modal karena suara yang tergadai itu, lebih berpihak kepada kelompok pemilik modal, bukan kesejahteraan rakyat. Rabu 23/8/2024

Jarot tidak antipati terhadap modal untuk sebuah jabatan. Tapi ia mengamati terjadinya sirkulasi yang tidak sehat. "Harusnya demokrasi bergerak dalam sirkulasi yang sehat," katanya.

Dalam kondisi seperti itu, tidaklah mengherankan jika calon pemimpin yang dilirik adalah mereka yang memiliki modal. "Karena itu, kesewenang-wenangan terhadap kebijakan yang tidak pro terhadap masyarakat banyak akan terus berlanjut," katanya.

Akar masalahnya, menurut Jarot, ada pada sistem politik dan konstitusi. Implikasinya pemihakan pemerintah desa tidak pada kesejahteraan rakyat, tapi kelompok pemodal. "Padahal, sirkulasi kekuasaan harus diarahkan pada kesejahteraan rakyat, bukan pada modal," cetusnya.

Jika keberpihakan pemerintah desa hanya pada capital group, demokrasi yang dibangun dengan susah payah tidak memberikan makna secara substantif bahkan bisa sekarat.

Ini bukan tentang uang 100.000 atau 200.000 tapi ini tentang nasib masyarakat desa 9 tahun kedepan dan ini akan menjadi celah bagi penguasa untuk mengembalikan modal politik dan lebih ironisnya lagi, akan terjadi KKN dilingkungan pemerintah desa khususnya kepala desa / Kuwu, paparnya.

Oleh : Warsono
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top