E satu.com (Crb) - Setelah melakukan proses pemeriksaan yang panjang atas adanya laporan permintaan mahar kepada Calon pasangan PKS terhadap pasangan Siswandi-Eusi Panwaslu kota Cirebon melalui Sentra Gakkumdu menghentikan kasus tersebut karena tidak didukung oleh bukti yang kuat .
ketua Sentra Gakkumdu Panwaslu Kota Cirebon ,Joharudin mengatakan sebelum Tahapan Penetapan Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) menjadi Calon Walikota/Wakil Walikota Cirebon pada 12 Februari 2018, telah menangani beberapa dugaan pelanggaran.
"Salah satu adalah kasus dugaan mahar politik atau dalam undang-undang disebut dengan istilah imbalan politik," kata Mohamad Joharudin, ketua Sentra Gakkumdu dalam rilisnya kepada awak media, Jum'at (2 Februari 2018)
Terkait dengan kasus dugaan mahar/imbalan politik tersebut, kata Ia, Panwaslu kota Cirebon menyampaikan hasil penanganannya.
Pertama, ungkap Mohamad Joharudin, bahwa Bakal Pasangan Calon Siswandi-Euis Fetty Fatayati tidak dapat memenuhi persyaratan administrasi di KPU kota Cirebon.
"Dikarenakan tidak terpenuhinya persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) atau 7 (tujuh) kursi dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," ujar Mohamad Joharudin.
"Berdasarkan unsur dalam Pasal 47 Ayat (1) dan (5) serta 187 (B) dan (C) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 bahwa suatu perbuatan memberi dan menerima dalam Pasal 47 Ayat (1) dan (5) ketentuan unsur ini perlu adanya pembuktian serah terima dari bentuk pemberian dan penerimaan imbalan," ujar pria yang juga sebagai Divisi Pencegahan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslu kota Cirebon.
Menurut Mohamad Joharudin, bahwa diketahui dari seluruh keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa serta saksi-saksi yang disangkakan, kesemuanya menerangkan bahwa belum terjadi serah terima dari kejadian dugaan adanya Mahar Politik.
"Maka unsur pasal 47 Ayat (1) dan (5) serta 187 (B) dan (C) belum terpenuhi," Ujgkapnya
Dengan ketentuan tersebut, sambung Ia, maka terhadap permasalahan tentang mahar politik yang terjadi dalam pencalonan Bakal pasangan Calon Siswandi- Euis Fety Fatayaty dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Clrebon Tahun 2018 bukanlah merupakan suatu tindak pidana pemilihan.
Kedua, kata Mohamad Joharudin, bahwa pasal 187 B Jo. Pasal 47 ayat (1) UU Rl No.10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetiapan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubemur, Bupati dan walikota menjadi undang-undang yang menyatakan bahwa Anggota partai poritik atau anggota gabungan Partai Politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubemur dan Wakil Gubemur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)".
"Dikarenakan hal tersebut maka unsur dalam pasal tersebut tidak terpenuhi sehingga tidak dapat dibawa ke ranah pidana pemilihan," tegas Mohamad Joharudin.
Joharudin menambahkan bahwa disebutkan pula bahwa kesimpulan dan rekomendasi Panwaslu kota Cirebon terkait dugaan mahar politik tersebut tertera dalam Formulir Temuan Nomor : 01/TM/PW/Kot/13.06 tanggal 20 Januari 2018 bukan merupakan Tindak Pidana Pemilihan.
"Dan rekomendasinya dihentikan proses penanganan pelanggaran tindak pidana pemilihan," katanya (Pgh)
Post A Comment: