Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan, para buruh menyuarakan enam isu pada acara Hari Buruh Internasional, Kamis (1/5/2025).
Keenam isu itu diantaranya, menghapus outsourcing, terkait upah yang layak, membentuk satgas PHK, menuntut disahkannya RUU ketenagakerjaan yang baru, menuntut disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), dan menuntut disahkannya RUU Perampasan Aset.
Acara Hari Buruh berpusat di Lapangan Monas, Jakarta Pusat.
Dan diikuti oleh 200.000 buruh dari tiga provinsi, yakni Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta (kompas, 28/4/2025).
Hari Buruh Internasional atau May Day diperingati setiap 1 Mei. Namun, sejak awal diperingati sampai hari ini, kondisi buruh masih menyisakan problem kesejahteraan, seperti upah rendah, kondisi kerja yang tidak layak, maraknya PHK, dan sempitnya lapangan kerja. Persoalan-persoalan tersebut, sungguh telah membuat nasib buruh kian terpuruk.
Akar Masalah
Persoalan buruh akan terus ada selama kapitalisme, yang menganggap buruh hanya sebagai faktor produksi, masih diterapkan. Dengan anggapan ini, spirit perusahaan adalah meminimalkan biaya produksi dan biaya tenaga kerja. Di sisi lain, tidak ada jaminan dari negara. Negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan jika ada konflik terkait upah dan lainnya.
Nasib kesejahteraan buruh tergantung pada perusahaan. Dengan prinsip meminimalkan biaya, perusahaan minim dalam memberikan kesejahteraan pada buruh. Banyak kasus perusahaan tidak memberikan hak buruh, memberi upah tidak sesuai UMR, tidak memberi THR, mudah memecat buruh, dan lainnya.
Akibatnya, buruh pun terjepit dalam ketakberdayaan. Upah tidak menyejahterakan, sedangkan beban kerja amat berat. Adapun jika keluar dari pekerjaan, sulit mencari pekerjaan lain karena gelombang PHK menerjang dengan amat dahsyatnya.
Solusi Islam
Islam memiliki pandangan yang khas terhadap buruh. Berbeda dengan kapitalisme yang lepas tangan terhadap kesejahteraan buruh. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat yang harus di-riayah (diurusi) oleh negara. Dalam sistem Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan tiap-tiap warga negara, termasuk para buruh.
Rasulullah saw. bersabda terkait tugas seorang pemimpin rakyat, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Syekh Abdurrahman al-Maliki dalam buku Politik Ekonomi Islam menjelaskan bahwa politik ekonomi Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer pada tiap-tiap individu secara menyeluruh dan membantu tiap-tiap individu di antara mereka dalam memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya sesuai kadar kemampuannya.
Oleh sebab itu, tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat (termasuk buruh) ada pada negara, bukan perusahaan. Negara akan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya secara orang per orang sehingga tiap-tiap rakyat merasakan kesejahteraan. Negara pun melakukan fungsi pengawasan untuk memastikan bahwa tidak ada rakyat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya.
Mekanisme Negara dalam Menjalankan Perannya
Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat oleh negara dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Mekanisme secara langsung, Khilafah menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya.
Adapun mekanisme tidak langsungnya, negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki yang balig untuk bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Lapangan kerja tersebut bisa berupa kesempatan bekerja menjadi buruh, membuka usaha tertentu, menjadi petani, bisnis dagang, jasa, industri, maupun yang lainnya.
Terkait dengan hubungan buruh dan perusahaan, negara menjamin nasib buruh dan sekaligus keberlangsungan perusahaan melalui penerapan Islam kafah dalam semua bidang kehidupan.
Oleh sebab itu, semua pihak, baik buruh maupun perusahaan, sama-sama diuntungkan. Negara memastikan bahwa di antara buruh dan perusahaan ada akad yang jelas dan syar’i terkait deskripsi pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas, keselamatan kerja, dan lain-lain, sehingga kedua pihak merasa rida.
Negara juga memastikan kedua pihak menjalankan kewajibannya dan memperoleh haknya secara makruf. Jika ada perselisihan di antara keduanya, negara hadir sebagai hakim yang memberikan keputusan secara adil berdasarkan syariat Islam.
Gaji Buruh dalam Islam
Terkait upah, Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan rida antara kedua belah pihak (antaradhin). Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh para ahli (khubara) sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya.
Oleh sebab itu, bisa dipastikan tiap-tiap pihak merasa senang. Buruh senang karena mendapatkan upah secara makruf, perusahaan juga senang karena mendapatkan manfaat yang baik dari karyawannya.
Inilah gambaran kondisi buruh yang kita inginkan. Buruh sejahtera karena negara mengurusinya. Negara dan masyarakat juga senang karena produk perusahaan bisa memasok kebutuhan masyarakat. Ekonomi pun berputar dengan sehat.
Hanya dalam naungan sistem Islamlah yang kita harapkan untuk bisa diterapkan, kesejahteraan terwujud nyata untuk semuanya bukan hanya bagi buruh semata.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka)
Post A Comment:
0 comments: