World Bank dalam laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025, menetapkan bahwa penduduk Indonesia tergolong ke dalam kelompok miskin di negara berpendapatan menengah ke atas, dikarenakan penduduk Indonesia yang memiliki pengeluaran kurang dari USD 6,85 atau sekitar Rp113.777 per hari (kurs Rp16.606) dengan jumlah sekitar 60 persen penduduk Indonesia, setara 171,9 juta jiwa. Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan per September 2024 hanya 24,06 juta orang (8,57%). Angka yang dimiliki BPS ini cenderung berbeda jauh dibandingkan dengan proyeksi Bank Dunia karena perbedaan standar pengukuran (liputan6.com, 30/04/2025).

Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala BPS (Badan Pusat Statistik), menjelaskan bahwa perbedaan yang terjadi antara Bank Dunia dan BPS dikarenakan standar garis kemiskinan yang digunakan dan tujuannya berbeda. Bank Dunia memiliki 3 pendekatan atau standar garis kemiskinan. Tiga pendekatan tersebut antara lain, dengan menggunakan hitungan garis kemiskinan 2,15 dolar Amerika Serikat (AS) per kapita per hari untuk mengukur tingkat kemiskinan ekstrem. 3,65 dolar AS per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan 6,85 dolar AS per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income) (tirto.id, 02/05/2025).

Secara umum, kemiskinan merupakan keadaan dimana suatu penduduk atau sebagian penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok untuk kehidupannya. Dan saat ini, kemiskinan menjadi salah satu problematika yang memiliki dampak luas di kalangan masyarakat. Namun dibalik itu, angka yang mengukur kemiskinan secara nasional dan dunia saat ini pun memiliki data yang berbeda, dengan standar pengukuran yang berbeda. 

Perbedaan standar pengukuran ini seakan menjadi keributan ditengah masyarakat. Bagaimana tidak, seseorang bisa dikategorikan tidak miskin secara nasional, namun ia masuk dalam kategori miskin ekstrem secara global. Padahal data ini dapat membantu untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah, meningkatkan kualitas pelayanan dalam mensejahterakan masyarakat. Maka, untuk saat ini data yang akurat terhadap realisitas kemiskinan di lapangan sangat dibutuhkan. 

Di sisi lain, sistem kapitalisme telah mengakar dalam kehidupan masyarakat saat ini. Kita ketahui, bahwa tata kelola ekonomi dan sosial dalam sistem kapitalisme menekankan kebebasan individu. Sedangkan, pemerintah hanya sebagai fasilitator, berperan untuk memfasilitasi dan bukan mengatur secara langsung di lapangan. Dalam hal ini, sistem menjadikan individu dapat menjalankan kegiatan ekonomi dan sosial sesuai keinginannya. Dan menyebabkan individu yang bermodal bisa berkesempatan menentukan kebijakan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. 

Dengan munculnya perbedaan standar kemiskinan yang terjadi saat ini menjadi salah satu bukti dampak dari sistem kapitalisme. Dalam hal ini, sebuah negara akan berupaya melakukan segala cara agar dapat menarik investasi. Meskipun harus melakukan manipulasi angka kemiskinan dan mengklaim diri sebagai negara yang sukses dalam mengurangi kemiskinan. Dan langkah yang dilakukan seringkali hanya menguntungkan bagi pihak tertentu, tanpa memikirkan pihak lain. Disini lah lagi-lagi rakyat dengan ekonomi rendah dipermainkan dan dirugikan. Hal ini membuktikan, bahwa kapitalisme gagal menyejahterahkan rakyatnya. 

Dalam Islam, sistem ekonomi Islam menjadi solusi untuk memberantas kemiskinan. Sistem ekonomi Islam memiliki prinsip yang dapat dijadikan alat kebijakan dalam sebuah negara, seperti zakat, sedekah, infak, dan wakaf. Dalam Islam pun terdapat larangan praktik ribawi. Hal ini bukan sekedar larangan, karena kenyataannya pada saat ini riba telah memakan banyak korban, dan malah menimbulkan permasalahan lain. 

Selanjutnya, dalam Islam pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu adalah tanggung jawab dari suatu negara, dan bukan diserahkan kepada mekanisme pasar. Dijelaskan pula dalam suatu hadist, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, sistem Islam akan menyeimbangkan perekonomian masyarakat, dan menyeimbangkan mekanisme pasar secara nasional ataupun global, sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera. Wallahualam bishawab.

Penulis : Memi Mimahasiswi (Mahasiswi)
Ilustrasi : pexels.com/JakubZerdzicki
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top