Pemerintah melalui Kementerian Agama telah menegaskan bahwa semua produk makanan dan minuman yang diperdagangkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal. Oleh karena itu, temuan baru-baru ini yang mengungkap adanya sembilan produk makanan olahan yang mengandung unsur babi di mana tujuh di antaranya sudah memiliki sertifikat halal menjadi kejutannya. Temuan ini disampaikan setelah melalui serangkaian pengujian di laboratorium BPOM dan BPJPH. Kerjasama antara BPOM dan BPJPH ini menjadi langkah konkret dalam menangani masalah tersebut. Sebagai tindak lanjut, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) segera mengeluarkan surat panggilan kepada para produsen dan distributor untuk menarik produk-produk tersebut dari peredaran (detik. com, 22/04/2025).


Masyarakat yang sangat peduli akan kehalalan suatu produk tentu mempertanyakan, bagaimana mungkin sebuah produk yang mengandung unsur haram seperti babi dapat lulus dan mendapatkan sertifikat halal? Produk-produk tersebut bahkan beredar dengan bebas di pasaran. Bagi umat Muslim, logo halal menjadi pertimbangan utama saat memilih produk.

Sebagai hal yang sudah menjadi keharusan, produk yang mengandung babi seharusnya tidak bisa mendapatkan sertifikasi halal. Namun kenyataannya, produk-produk tersebut dapat mengantongi sertifikat halal, yang teramat ironis. Lalu, di mana jaminan keamanan pangan yang dapat dipercaya?

Sertifikat halal seharusnya menjamin bahwa produk tersebut benar-benar halal. Para pelaku usaha juga harus menjaga amanat yang tertulis dalam sertifikat. Namun dalam sistem kapitalis, segala sesuatu bisa diatur asalkan ada uang. Sistem ini berlandaskan prinsip keuntungan semata, sehingga apa pun yang dapat mendatangkan profit atau manfaat dapat dilakukan, tanpa mempertimbangkan benar atau salah, halal atau haram.

Sebagai lembaga yang berwenang, pemerintah berkewajiban untuk menyediakan makanan halal bagi umat Muslim dan memastikan keamanannya, mulai dari bahan baku hingga proses distribusi. Meskipun pemerintah telah mengamanatkan kewajiban sertifikasi halal, masih sering ditemukan produk-produk yang sudah bersertifikat halal, tapi ternyata mengandung bahan-bahan yang dilarang. Realitas ini memberi kesan bahwa regulasi yang ada belum diterapkan secara maksimal atau bahkan dilanggar. Aturan hanya menjadi formalitas belaka.

Dalam Islam, pemimpin memiliki fungsi untuk mengatur dan melindungi masyarakat. Pemerintah juga berperan sebagai pelayan rakyat. Sebagai pelayan, negara harus memfasilitasi dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk menjamin ketersediaan produk halal bagi umat Islam.

Islam mengajarkan bahwa para pemimpin harus senantiasa menjaga agar masyarakat berada dalam iman dan ketakwaan. Dengan demikian, mereka tidak akan melakukan penipuan karena selalu merasa diawasi oleh Allah SWT. Baik rakyat maupun penguasa akan menyadari bahwa semua tindakan akan dipertanggungjawabkan, sehingga tidak akan melakukan penipuan dan kebohongan.

Dengan kesadaran bahwa setiap tindakan mereka diawasi oleh Allah SWT, pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat adalah produk halal yang sejati. Untuk mewujudkan komitmen ini, pemerintah akan menetapkan aturan dan sanksi yang ketat, sehingga masyarakat merasa deterrent untuk melakukan pelanggaran.

Begitu juga dengan produk makanan yang beredar di pasar, dalam sistem Islam, hal ini merupakan bagian dari jaminan negara kepada warganya. Negara harus memastikan bahwa produk yang dijual dan dipasarkan memenuhi syarat kehalalan, baik dari segi bahan baku, proses, maupun kemasan. Selain itu, negara akan melakukan pengawasan secara berkala dan memberlakukan sanksi tegas kepada produsen yang melanggar, agar mereka jera dan tidak mengulangi kesalahan.

Para pemimpin dalam Negara Islam akan memprioritaskan kepentingan rakyatnya dan menyadari bahwa segala tindakan mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Produk yang beredar di pasar akan dipastikan halal dan sesuai dengan hukum Islam, sehingga tidak menimbulkan kebingungan dan kecemasan di masyarakat.

Negara akan menunjuk petugas khusus untuk mengatur masalah peredaran produk. Mereka akan membentuk lembaga yang menangani hal ini, yaitu qadhi hisbah, yang bertugas melakukan pengawasan rutin di pasar, tempat produksi, rumah potong hewan, gudang, dan lokasi lain yang berkaitan dengan makanan. Para qadhi ini juga akan bertanggung jawab mengawasi proses produksi dan distribusi guna memastikan kehalalan suatu produk serta untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam transaksi.

Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang jual beli alkohol, bangkai, babi, dan berhala. " Kemudian ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang lemak bangkai, karena dapat digunakan untuk melapisi perahu, mengolesi kulit, dan orang menggunakannya untuk penerangan? " Beliau menjawab, "Tidak, itu haram. " Rasulullah SAW bersabda, "Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, sesungguhnya ketika Allah mengharamkan lemak binatang, mereka melelehkannya lalu menjualnya dan memakan harganya. " (HR Al-Bukhari).

Dari Ibn Abbas, bahwa Nabi SAW bersabda, "Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi (diulang tiga kali), sesungguhnya Allah telah mengharamkan lemak kepada mereka, lalu mereka menjualnya dan memakan harganya. Dan sungguh, jika Allah mengharamkan sesuatu kepada suatu kaum, maka Allah juga mengharamkan harganya. " (HR Al-Bukhari).

Dalam hadis ini, jelas bahwa produk yang mengandung lemak dari sesuatu yang diharamkan adalah haram. Maka, produk yang mengandung unsur babi tetap haram meskipun mendapatkan sertifikasi halal.
Wallahualam.

Oleh : Asma Sulistiawati (Pegiat Literasi) 
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top