E satu.com (Tangerang) - Di Indonesia, khususnya di Kota Tangerang, Idul Adha atau yang kerap disebut sebagai Lebaran Haji, merupakan momentum sakral yang merefleksikan tingkat keimanan, ketakwaan, dan keikhlasan umat Muslim kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Tak sedikit umat Muslim yang dengan niat tulus menyisihkan rezekinya, bahkan hingga puluhan juta rupiah, untuk membeli dan menyalurkan hewan kurban kepada para mustahik. Setiap menjelang Idul Adha, masjid-masjid di berbagai penjuru kota hampir tak pernah sepi dari titipan hewan kurban yang kemudian dipotong dan dibagikan kepada masyarakat.

Namun, dari tahun ke tahun, realisasi penyaluran daging kurban di lapangan masih menyisakan persoalan klasik: pembagian yang tidak merata. Penerima daging kurban sering kali didominasi oleh kalangan tertentu, seperti panitia kurban, pengurus masjid, atau warga yang tinggal di lingkungan dengan kondisi ekonomi menengah ke atas.

Sebaliknya, di kawasan padat penduduk dengan jumlah hewan kurban terbatas, setiap warga hanya menerima daging kurban dalam jumlah minim—sekitar 5 ons (campur tulang). Tak jarang, kondisi ini memaksa warga untuk mencari ke tempat lain, rela antre lama, berdesak-desakan, bahkan berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain demi memperoleh bagian daging kurban.

Berbanding terbalik dengan lingkungan elite yang penduduknya relatif sedikit dan jumlah hewan kurban yang disalurkan cukup banyak. Di wilayah seperti ini, pembagian daging kurban bisa mencapai 1 kilogram per orang, bahkan tanpa campuran tulang atau jeroan. Tidak sedikit pula panitia dan pengurus masjid yang mendapatkan jatah lebih banyak dibanding masyarakat umum.

Kondisi serupa juga terlihat pada hewan kurban yang disalurkan oleh para elite politik melalui jalur partai. Pembagian daging kurban dari jalur ini lebih banyak dinikmati/dirasakan oleh pengurus dan kader partai politik, alih-alih masyarakat luas.

Situasi ini tentu perlu menjadi bahan evaluasi bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kurban. Prinsip utama dari ibadah kurban adalah keikhlasan dan semangat berbagi kebahagiaan, khususnya kepada mereka yang secara ekonomi tergolong kurang mampu. Merekalah yang seharusnya lebih diutamakan, mengingat kesempatan untuk mengonsumsi daging sapi atau kambing sangat jarang mereka miliki karena harganya yang tinggi.

Sungguh mulia jika seseorang menyalurkan hewan kurban dengan niat ikhlas demi meringankan beban dan menyebarkan kebahagiaan kepada Masyarakat yang kurang mampu.

Penulis: Asep Wawan Wibawan / Al-Fakir
(Jurnalis E satu.com)
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top