Kita hidup dalam era ilmu pengetahuan yang terus dinamis dan cepat. Kurang lebih, pergeseran yang pernah terjadi mulai dari zaman iman (The Age of Faith), ke zaman nalar (The Age of Reason), dan sekarang zaman tafsir ( The Age of Interpretation). Kemajuan-kemajuan atas perkembangan ilmu pengetahuan yang beraneka macam ragamnya. Kita mau tidak mau harus menapaki setiap priodesasi perubahan maupun pergeseran yang akan terjadi. Ketika diibaratkan pmii adalah sebuah sel kecil yang diharapkan harus terus hidup dan berkembang maupun bertransformasi.
Ditengah arus modernitas yang hegemonik, pmii sebagai organisasi gerakan harus mampu menopang arus tersebut. Hegemoni sebagai instrument yang digunakan oleh kelompok dominan dalam rangka mempertahankan kekuasaanya dengan menggunakan berbagai saluran dan sumberdaya. Ada banyak harapan dan cita akan organisasi PMII dihari ini dan masa yang akan datang. Selain itu, adapula ke khawatiran dan kecemasan yang kerap kali menjadi bayang-bayang kita bersama. Kita bisa berimajinasi, berintuisi, dan berangan-angan akan kehidupan didalam organisasi ini dan apa yang kita harapkan apa yang kita cita-citakan itu menjadi sebuah kenyataan.
PMII adalah suatu yang perlu dan harus terlibat didalam pusaran percepatan global dalam berbagai macam hal. Ini diistilahkan sebagai bagian dari modernitas yang juga ditandai oleh pergeseran tata kelola, di mana kekuatan kolonial yang jauh tunduk pada pemerintahan oleh kekuatan lokal. Dengan demikian, batas-batas negara-bangsa dianggap mencerminkan pengawasan oleh pejabat residen, alih-alih oleh kekuatan militer kolonial.
Dengan semakin meluasnya praktik kapitalisme komoditas global , dengan usaha-usaha modal yang diperlukan untuk membuka pasar konsumen, modernitas juga dikaitkan dengan peningkatan kecepatan, baik dalam transportasi pertukaran keuangan maupun dalam komunikasi lintas batas. Memang, modernitas dikaitkan dengan pergerakan modal global yang cepat, transmisi citra satelit, dan komunikasi transglobal yang cepat. Namun, terlepas dari perkembangan tersebut, modernitas juga menjadi penentu ketidakadilan yang parah dalam skala global, mulai dari industri yang dijalankan untuk keuntungan pemegang saham yang tak terlihat hingga bias budaya dalam penyediaan pendidikan publik.
Membuka dengan apa yang dikatakan oleh Antonio Gramsci sebagai hegemoni dari sebuah sistem yang berjalan, maka counter hegemoni sebagai upaya yang bertujuan untuk menciptakan kondisi bagi berkembangnya gagasan dan praktik alternatif untuk membuka ruang gerak yang lebih luas, dalam hal ini media sebagai salah satu yang menopang berpotensi tersedia untuk sebuah counter hegemoni, sebuah bagian penting dari transformasi gerakan di pmii, transformasi perlu terjadi diberbagai arena (Ekonomi, politik, budaya, sosial dll). Kontrahegemoni menciptakan kondisi-kondisi di mana alternatif-alternatif dapat berkembang menjadi ruang-ruang komunikatif, nilai-nilai, praktik-praktik, dan bentuk-bentuk otoritas kognitif yang secara kolektif mengubah sumber-sumber yang tersedia bagi kelompok-kelompok dan komunitas-komunitas.
Dalam situasi dan kondisi tersebut tentu saja kita mesti bijaksana dalam melihat fenomena yang terjadi, ada yang disebut dengan kausalitas memberikan gambaran bahwa sebab mendahului akibat. Kendati demikian, mungkin saja akibat mendahului sebab. Hingga kemudian kita harus menemukan benang merah atas kenyataan yang ada. Bagi orang-orang yang hidup dalam budaya populer menyebutnya sebagai Algoritma. Ada kompleksitas yang semestinya kita bedah satu persatu untuk menemukan jalan keluar atas hal-hal yang terjadi. Dalam kaderisasi sebagai salah satu dasar dari gerakan perlu ada subtansi dan metodologi yang aplikatif, kontekstual dan terintegrasi dengan kebutuhan zaman. Untuk melakukan counter hegemoni sebagaimana yang usdah dikatakan diatasa ada berbagai macam arena yang perlu di transformasikan, seperti melakukan kolaborasi dengan lemabaga-lembaga profesi, dunia akademik, dan gerakan-gerakan sosial yang memmungkinkan PMII tampil sebagai aktor perubahan yang siap terjun kemanapun dan kapanpun. Sehingga PMII tidak mengalami krisis leadership visioning dan tidak kemiskinan arah.
Kaderisasi itu berhubungan dengan apa yang disebut metodologi, ia mesti merupakan hasil dari pembacaan atas realitas atau mengikuti perkembangan zaman. Maka, kemudian lahirlah gerakan-gerakan yang relevan untuk dilakukan sebagai representasi dari zaman yang terus mengalami perubahan. Itu adalah implikasi atas ilmu-ilmu pengetahuan yang menjadi konstruk gerakan. Kehadiran pmii sebagai organisasi gerakan harus memaknai kembali Sejarah perjuangan pmii yang terus bergulat dikampus, Masyarakat, dan perdebatan ilmu pengetahuan yang terus berjalan hingga saat ini. Salah satu penggagas epistemology yang berasal dari inggris, Baccon yang membuat tesis “knowledge is power” artinya adalah pengetahuan adalah kuasa.
Sebagai salah satu langkah transformative kita harus memiliki instrument-instrumen gerak yang bisa digunakan sesuai dengan kebutuhan zamannya, dan tidak menjadikan Masyarakat PMII hanya sebagai konsumtif dalam pergolakan dinamika kemajuan teknologi dan percepatan. Semua itu bisa dilakukan dengan pengetahuan sebagai salah satu modal utama, untuk bisa menjawab persoalan yang paradigmatik. Sehingga yang kita lakukan mampu berimplikasi secara ideologis. PMII menghadapi tantangan besar menghadapi perubahan zaman yang tak terelakkan. Pertanyaan yang paling penting adalah apakah PMII akan menjadi agen perubahan atau hanya entitas yang terombang ambing oleh zaman? Maka untuk tetap relevan dan kompetitif diperlukan konsistensi dalam tindakan nyata PMII. Saat ini adalah dimana era informasi dan teknologi yang berlimpah, bahkan pada taraf informasi yang berlebihan. Kondisi ini dapat membunuh kreativitas dan produktivitas. Banyak yang akhirnya terjebak dalam larutan informasi tanpa mampu memilah, menghabiskan waktu dengan halusinasi digital.
Sejalan dengan itu saya mengambil apa yang pernah dikatakan oleh (Herbert Marcuse dalam bukunya Manusia satu dimensi) dia mengatakan Perkembangan rasionalitas tidak lagi mengabdi pada kepentingan praksis moral (how to run a good life), melainkan menjadi suatu dominasi rasio instrumental. Rasio instrumental menurut Marcuse telah mereduksi manusia menjadi manusia satu dimensi (one dimensional man), di mana semua aspek kehidupan manusia, seni, agama, ilmu pengetahuan, dan bahasa, direduksi pada kepentingan kontrol teknis. Rasio instrumental tidak akan membawa masyarakat menjadi rasional, melainkan hanya menyembunyikan irasionalitas dengan kepentingan menguasai dalam bentuk fasisme. Rasio instrumental telah menciptakan suatu sistem dominasi baru. Menurut Horkheimer, “dahulu kala animisme menjiwakan benda-benda, namun saat ini industrialisme dengan rasio teknokratisnya membendakan jiwa-jiwa”. Demitologisasi yang menjadi proyek pencerahan (aufklarung) lewat rasionalisasi di segala bidang telah gagal karena rasionalisme telah menjadi mitos baru.
Media massa juga mengambil alih alat pembentuk utama masyarakat satu dimensi. Media Massa merupakan alat yang paling efektif dalam menyebarluaskan one-dimensional behavior, melalui, pengaburan bahasa, persilangan fakta dan opini, hingga bahasa bujuk-rayu yang menghipnotis dan menggiring psikologis kerumunan. Hal itu dilakukan karena untuk membungkam seluruh dimensi-dimensi yang mampu memberontak, misalnya dimensi estetik yang mampu mempertahankan kebebasan ekspresi, sehingga seni/sastra dalam kebudayaan dialihfungsikan ke dalam bentuk operasional dan pragmatis semata untuk melunturkan ungkapan rasa kekaguman, keindahan, dan kerinduan manusia yang belum terpenuhi.
Sebagai kader yang hidup diera bayang-bayang teknologi dalam era revolusi industry dari 4.0 sampai revolusi industri 5.0. Maka ada tugas besar yang harus diupayakan PMII perlu mecetak anggota atau kader yang multi disiplin ilmu pengetahuan. Dan hari ini ada suatu pergeseran PMII dihadapkan dengan proses kaderisasi yang begitu fakultatif dan Ketika pemaknaan ini terus berjalan di PMII ini menjadi sesuatu problem yang sangat berarti dalam arti, bahwa diabad ke 20 ada pendikotomian keilmuan. Harus di pahami bahwa PMII antara satu sama lain saling terhubung dan itu berimplikasi pada gerakan PMII. Hari ini PMII masih terjebak dalam bagaimana mencari formula ideal dalam kaderisasi di PMII.
Sebagai upaya transformasi gerakan PMII, yang harus mengidealkan membaca perkembangan zaman dan membaca respon dinamika zaman agar tidak terbawa oleh arus industtrialisasi. Memahami perkembangan keilmuan dengan situasi dan antropologi yang ada disetiap kampus. Antara kampus yang berbasis agama dan umum karena secara realitas antropologinya ada perbedaan yang signifikan. Kemudian kita selalu menjanjikan PMII sebagai masa depan hal ini bisa menjadi dilematis, dan ini menjadikan sebuah aspek bahwa PMII tidak hanya berputat pada internal PMII, harus ada pengembangan kaderisasi yang terintegrasi secara akselerasi dalam organisasi ataupun kapasitas intlektual ini adalah suatu persoalan dalam membangun jaringan, karena Pembangunan capacity building sangat penting dalam membangun jaringan.
Dalam kehadiran era percepatan secara teknologi akan melahirkan banyak dampak baik secara positif ataupun negatif. Sejalan, dengan apa yang saya tulis diatas menurut Marcuse manusia banyak dipermudahkan dalam kerja-kerjanya disisi lain ini adalah suatu perkara dalam sosial dan budaya yang mungkin kita perlu untuk mengkaji kesana. Di era abad 21 ini yang secara pengertian itu adalah era kemajuan pengetahuan dan teknologi. Sebagai PMII ada tugas dalam peradaban Masyarakat kita harus memberikan pemahaman bahwa inovasi alat-alat canggih teknologi itu bukan tujuan akhir. Ketika teknologi menjadi tujuan akhir itu banyak orang yang mendewakan teknologi, dimasa itu akan menjadikan suatu keterasingan Ketika keterasingan itu terjadi akan membuat lahirnya budaya ketergantungan. Dalam pemanaan modernitas itu addalah suatu dampak dalam kemajuan iptek.
Dan PMII perlu menggagas tentang sosial budaya yang terintegrasi dengan konteks yang terjadi. Ini sebagai salah satu upaya transformasi gerakan PMII untuk meningkatkan kualiatas, karena dalam paradigma hari ini bahwa setiap apa yang kita lakukan di PMII harus berimplikasi baik secara intlektual ataupun ideologis terhadap kehidupan sosial Masyarakat. Sehingga dari dinamika ini tidak menajadi agitative yang semu. Selain itu bahwa jelas dalam Sejarah PMII yang selalu berkembang dan mampu menjawab disetiap pergulatan dan dinamika zaman yang berkembang.
Oleh: Sena Indra Jaelani







.webp)











Post A Comment:
0 comments: