E satu.com (Cirebon) - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Indonesia menjadi momentum penting dalam memperkuat konsolidasi demokrasi pascareformasi. Salah satu instrumen krusial dalam menjaga integritas elektoral adalah pengawasan partisipatif, yaitu pelibatan langsung masyarakat sipil dalam memantau setiap tahapan pemilu.
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Muhamad Dhafa Alfarizi, menyebut bahwa pengawasan partisipatif merupakan bentuk nyata dari demokrasi deliberatif, di mana masyarakat tidak hanya berperan sebagai pemilih, tetapi juga sebagai pengawas kedaulatan rakyat.
“Pengawasan partisipatif menjadi ruang publik bagi masyarakat untuk memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan bebas dari manipulasi. Namun, efektivitasnya masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam aspek literasi politik dan koordinasi kelembagaan,” ujarnya.
Melalui pendekatan multidimensi, pengawasan partisipatif dapat dianalisis dari aspek kelembagaan, sosial, dan digital. Berdasarkan teori participatory governance dan electoral integrity framework, pengawasan partisipatif terbukti berkontribusi signifikan terhadap peningkatan transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemilu.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga telah menginstitusionalisasi partisipasi publik lewat program seperti “Gerakan Desa Awasi Pemilu” dan “Kampung Pengawasan”. Program tersebut memperluas jangkauan pengawasan hingga ke tingkat akar rumput. Namun, pelaksanaannya di lapangan masih kerap terkendala minimnya sumber daya manusia, koordinasi antar lembaga, serta keterbatasan di wilayah terpencil.
Dalam konteks digital, Bawaslu menghadirkan platform “Gowaslu” untuk memfasilitasi pelaporan pelanggaran secara cepat dan transparan. Kendati demikian, ruang digital juga membuka peluang munculnya disinformasi dan manipulasi data yang dapat mengganggu persepsi publik terhadap netralitas pengawas.
“Ruang digital penting bagi pengawasan publik, tapi perlu disertai dengan sistem keamanan data dan verifikasi laporan yang kuat agar hasilnya memiliki validitas hukum,” kata Dhafa menegaskan.
Fenomena lain yang muncul dalam Pemilu 2024 adalah politisasi relawan pengawas. Beberapa wilayah bahkan melaporkan adanya tekanan dan intimidasi terhadap pengawas partisipatif di daerah rawan konflik politik. Kondisi ini menunjukkan pentingnya perlindungan hukum dan jaminan kebebasan sipil bagi masyarakat yang terlibat dalam pengawasan.
Untuk memperkuat efektivitas pengawasan partisipatif, sejumlah langkah strategis perlu diambil, di antaranya:
- Peningkatan literasi politik dan hukum masyarakat melalui pendidikan kewargaan serta pelatihan komunitas.
- Integrasi teknologi digital dengan sistem verifikasi laporan agar data pengawasan lebih valid dan cepat diproses.
- Perlindungan hukum bagi pengawas partisipatif untuk menghindari intimidasi politik.
- Kolaborasi antara Bawaslu, perguruan tinggi, dan masyarakat sipil guna membangun ekosistem pengawasan elektoral berkelanjutan.
Secara umum, pengawasan partisipatif dalam Pemilu 2024 telah membawa angin segar bagi demokrasi Indonesia. Meskipun efektivitasnya belum sepenuhnya sistemik, pendekatan ini menunjukkan bahwa demokrasi sejati tumbuh dari keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga kejujuran pemilu.
“Pengawasan partisipatif bukan sekadar pelengkap mekanisme formal, tapi fondasi utama demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai penjaga integritas kedaulatan,” pungkas Dhafa. (Malik)







.webp)











Post A Comment:
0 comments: