"Salah satu Kejahatan yang terus berkembang, bersifat lintas negara dan menimbulkan kerugian yang cukup signifikan adalah kejahatan perdagangan satwa liar," ucap Kepala Badan Diklat Kejaksaan Setia Untung Arimuladi, Kepada Wartawan, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Dia mengakui kejahatan perburuan dan perdagangan satwa liar atau ilegal, maupun produknya masih masif dilakukan sampai saat ini.
"ini merupakan ancaman terbesar dalam kelestarian keanekaragaman hayati Indonesia," ungkapnya.
Badiklat Kejaksaan pun kata dia telah melakukan lokakarya di Hotel Grand Savero Bogor, Senin, 14 Januari 2020 mengenai permasalahan ini dengan menghadirkan narasumber serta peserta dari lintas intansi penegak hukum serta pengiat satwa.
Mereka yang hadir diantaranya, Direktur WCS DR. Noviar Andayani, Kapusdiklat Teknis Peradilan pada Balitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Bambang Heri Mulyono, SH.Hum, Direktur Flora Fauna Internasional, Direktur Tipiter Bareskrim Polri diwakili AKBP Sugeng Iriyanto, Hakim Tinggi Bandung, Nani Indrawati, Hakim Tinggi Balitbang Diklat Kumdil DR. Zulfahmi, SH.M.Hum, Manager Wildfile Trade Program (WCS-IP), Sofi Mardiah dengan peserta setidaknya 20 orang.
"Lokakarya itu tujuannya untuk mendapatkan masukan dalam rangka harmonisasi materi (modul) terkait kejahatan satwa liar antar aparat penegak hukum yaitu penyidik, Jaksa dan Hakim serta pembahasan rencana Pelatihan Terpadu Penanganan Kejahatan Satwa Liar tahun 2020," ujar dia.
Ini kata dia, salah satu program prioritas yang dicanangkan Presiden Joko Widodo yakni Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul, Indonesia Maju. Maka seyogianya intitusi aparat penegak hukum baik Penyidik Polri, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim mempersiapkan SDM yang kompeten, profesional, berintegritas dalam menghadapi tantangan permasalahan penegakan hukum yang semakin komplek ini.
Terkait dengan perburuan dan perdagangan satwa liar, lanjut mantan Kepala Kejati Jawa Barat dan Riau itu, ternyata ada lebih dari jutaan satwa liar menjadi target perburuan dan perdagangan, namun hanya sebagian kecil yang diproses hukum.
"ini dimungkinkan kurangnya pengetahuan, perbedaan presepsi serta kurangnya koordinasi yang baik antara aparat penegak hukum dan intansi terkait lainnya dalam mengungkap kasus ini, terutama pembuktiannya," paparnya.
Contohnya lanjut Setia Untung, yang melibatkan koorporasi atau perdagangan satwa liar/ilegal antar negara acapkali menjadi hambatan dalam penanganan dan penyelesaian kasus tersebut.
Namun, penanganan dan pemberantasan kejahatan satwa liar atau ilegal dapat dilakukan secara efektif apabila proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan hingga persidangan dilakukan secara terpadu antar aparat penegak hukum tersebut.
"Nah, untuk mewujudkan itu, perlunya peningkatan kapasitas bagi aparat penegak hukum tersebut dalam menangani kejahatan satwa liar/ilegal dengan materi atau modul yang terhamornisasi dengan baik,," ucap Setia Untung ketika memberi arahan dalam lokakarya itu.
Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung ini menyakini dengan dengan adanya harmonisasi itu tercipta aparat penegak hukum lintas intansi yang profesional dan mempunyai kesamaan presepsi dalam menangani pemberantasan kejahatan satwa liar atau ilegal tersebut.
Karenanya dia juga menyampaikan terimakasih atas kegiatan harmonisasi modul materi dan pelatihan dalam memerangi kejahatan satwa liar tersebut dan penyusunan rencana pelatihan terpadu bersama WCS-IP, Mahkamah Agung, dan Bareskrim Polri serta Kejaksaan.
"Diharapkan materi terkait pemberantasan kejahatan satwa liar atau ilegal dan penyusunan program pelatihan terpadu ini dapat menjadi bahan acuan bagi aparat hukum lintas intansi tersebut," tandas Setia Untung. (iwan)
Post A Comment:
0 comments: