Baru-baru ini, terungkap kasus penjualan bayi di tengah hiruk-pikuk kehidupan masyarakat Indonesia. Terungkap bahwa ada sindikat yang menjual bayi dari Jawa Barat, Indonesia ke Singapura. Di balik itu, berdasarkan data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), pada periode 2021-2024, tercatat 155 kasus pengaduan terkait penculikan, perdagangan, dan penjualan bayi. Latar belakang kasus ini beragam, mulai dari kesengajaan orang tua hingga korban kekerasan seksual yang kebingungan. Beberapa korban merupakan perempuan yang minim pengetahuan tentang pendidikan seksual (Kompas.id, 18/07/2025).

Kasus penjualan bayi di Bandung bermula dari laporan orang tua yang kehilangan anaknya. Penyelidikan kemudian mengarah pada dugaan tindak pidana perdagangan orang dan membuka jaringan sindikat perdagangan bayi lintas negara. Dalam kasus tersebut, terungkap sindikat perdagangan bayi lintas negara melibatkan 12 tersangka. Selain itu, diketahui pula bahwa 24 bayi yang akan dijual ke luar negeri diharga antara Rp 11 juta hingga Rp 16 juta (Kompas.com, 18/07/2025).

Awalnya para bayi disetorkan ke rumah penampungan di wilayah Kabupaten Bandung untuk dirawat sementara, sejak dilahirkan hingga berusia sekitar tiga bulan. Setelah itu, mereka dibawa ke Jakarta, lalu ke Pontianak, Kalimantan Barat, sebagai titik transit sebelum diberangkatkan ke Singapura. Adapun orang yang bertugas merawat bayi di rumah tersebut bukanlah orang tua bayi, melainkan pihak lain yang ditugaskan khusus untuk merawat (Kompas.com, 18/07/2025).

Anak adalah jiwa yang sedang berkembang dan memiliki harkat serta martabat yang sama dengan manusia lainnya. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 pasal 4, tertulis bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Namun, dengan munculnya kasus sindikat menjual bayi ini, anak dijadikan sebagai barang atau komoditas yang perjualbelikan. Harkat dan martabat seorang anak jelas telah keluar dari kodratnya. Anak tidak lagi terjamin kehidupannya, dan tidak terlindungi meski masih dalam kandungan.

Kemunculan kasus perdagangan anak ini tidak lain merupakan hasil dari kegagalan pembangunan ekonomi kapitalis dan politik demokratis. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemiskinan sangat rentan menjadi pemicu tindakan kejahatan, tak terkecuali para perempuan yang menjadi tersangka Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kasus sidikat pejualan bayi lintas negara ini. Kebijakan pemerintah dan strategi pembangunan ekonomi memiliki dampak signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

Kita ketahui sendiri bahwa perekonomian masyarakat Indonesia tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Ketimpangan besar tengah terjadi, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin dan mengakibatkan masyakat menengah ke bawah saling berebut untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi. Kemiskinan yang membelenggu seseorang mendorongnya untuk mencari cara agar bisa terbebas dari kemiskinan. Dan siapa sangka akhirnya seseorang tersebut rela menjual bayi dengan harga fantastis, rela berjuang mendapatkan yang ia inginkan dengan cara apapun tanpa pandang bulu.

Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap kasus ini?  Islam secara jelas melarang segala bentuk perbudakan dan eksploitasi manusia, termasuk perdangan anak yang terjadi saat ini dan siapapun pelakunya akan ditindak tegas. Larangan perdagangan masnusia pun tercantum dalam salah satu hadist berikut:   
ثَلاثَةٌ أنا خَصْمُهُمْ يَومَ القِيامَةِ: رَجُلٌ أعْطَى بي ثُمَّ غَدَرَ، ورَجُلٌ باعَ حُرًّا فأكَلَ ثَمَنَهُ، ورَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أجِيرًا فاسْتَوْفَى منه ولم يُعطِه أجرَه
Artinya;  "Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi musuh mereka pada hari kiamat, seseorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka, lalu memakan hasil penjualannya (harganya) dan seseorang yang mempekerjakan pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya, namun tidak memberi upahnya.” (HR Bukhari)

Islam memandang bahwa anak merupakan perhiasan dunia yang Allah Swt. titipkan (amanah), aset yang berharga yang kelak akan menjadi generasi penerus untuk mewujudkan dan menjaga peradaban Islam yang mulia. Meski bersifat tidak kekal, orang tua tidak sepatutnya menyia-nyiakan apalagi sampai berbuat keji terhadap mereka. Seorang anak seharusnya senastiasa dijaga, dibimbing, diarahkan, dididik dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab.
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (TQS. Al-Kahfi: 46)

Dalam sistem Islam, terdapat berbagai mekanisme untuk menjaga anak sejak dalam kandungan, termasuk dalam memberikan perhatian besar pada nasab anak. Nasab adalah garis keturunan berdasarkan hubungan darah. Nasab ini akan berkaitan erat dengan hak-hak seperti warisan, perwalian, dan status hukum dalam keluarga. Dengan menjaga nasab, Islam secara tidak langsung berupaya memastikan hak-hak anak terpenuhi.

Selain itu, dalam Islam, negara memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan pokoknya dengan baik, termasuk pendidikan. Pendidikan yang bukan hanya berfokus pada aspek kognitif atau intelektual, namun juga berfokus pada akidah. Sistem pendidikan dalam Islam menekankan bahwa perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi juga seluruh masyarakat, termasuk aparat negara.

Di sisi lain, tersangka yang terlibat dalam sindikat penjualan bayi ini akan dikenakan sanksi yang tegas menjerakan, agar tidak terjadi lagi kasus serupa. Seperti yang sudah disebutkan bahwa kasus ini termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), maka hukumannya akan diputuskan oleh qadhi. Qahdi adalah seorang hakim dalam sistem peradilan Islam yang tidak sembarangan diangkat.  Mereka harus bertanggung jawab pada tugasnya, senantiasa bersikap adil, tidak memihak, dan senantiasa berpegang pada hukum Allah dalam memutuskan perkara.

Dengan demikian, permasalahan yang menjadi kunci pada kasus ini adalah masalah perekonomian. Ketika masalah perekonomian terselesaikan, maka berbagai persoalan lain seperti lemahnya perlindungan terhadap anak dan lainnya akan lebih mudah diatasi. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk memberantas sindikat perjualan bayi dan membenahi seluruh aspeknya. Namun, perlu digarisbawahi bahwa Islam telah mengatur semuanya dan mampu menciptakan kehidupan masyarakat yang sejahtera tanpa mengingkari kodrat manusia. Wallahualam bishawab.

Penulis : Memi Mirnawati (Mahasiswi) 
Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top