Perjuangan membela rakyat Palestina dari penindasan tidak hanya dilakukan melalui kekuatan militer, tetapi juga bisa dilakukan melalui berbagai cara dan pendekatan di berbagai lini kehidupan. Penindasan yang terjadi di wilayah tersebut telah menggugah empati masyarakat dunia, termasuk di Indonesia.


Di berbagai penjuru negeri, kita melihat banyak masyarakat yang menunjukkan kepedulian terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Ada yang menyalurkan bantuan kemanusiaan, menggelar doa bersama, bahkan menyuarakan dukungan melalui media sosial maupun aksi solidaritas.

Namun, tidak sedikit pula masyarakat yang merasa hal itu bukan prioritas utama. Mereka berpendapat bahwa permasalahan di dalam negeri sendiri masih banyak yang perlu diperjuangkan—seperti kemiskinan, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan. Pemikiran ini tentu tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena setiap individu memiliki perspektif dan beban hidup yang berbeda.

Namun demikian, penting dipahami bahwa membantu perjuangan rakyat Palestina bukan berarti kita mengabaikan permasalahan di negeri sendiri. Bentuk solidaritas kemanusiaan dapat dilakukan sesuai kemampuan, dan tidak serta-merta membawa konsekuensi yang membahayakan. Bahkan, banyak yang meyakini bahwa kepedulian terhadap sesama manusia akan membuka pintu pertolongan dan keberkahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sebaliknya, memperjuangkan keadilan di dalam negeri kerap kali membawa risiko yang tidak ringan. Tidak jarang para pejuang keadilan dan pengkritik kebijakan justru menghadapi tantangan seperti tuduhan provokasi, tekanan sosial, hingga intimidasi. Dalam konteks ini, perjuangan membenahi bangsa sendiri sering kali lebih rumit dan menantang.



Seperti yang pernah disampaikan oleh Proklamator Bangsa, Bung Karno:

> “Musuh terbesar setelah kemerdekaan adalah bangsamu sendiri.”



Pernyataan ini tidak ditujukan untuk menebar pesimisme, melainkan sebagai peringatan agar kita tidak lengah terhadap berbagai bentuk pengkhianatan, korupsi, dan ketidakjujuran yang dilakukan oleh oknum yang mementingkan diri dan kelompoknya sendiri, bahkan jika itu harus mengorbankan kepentingan rakyat banyak.

Meski demikian, sebagai warga negara yang mencintai bangsa ini, kita tetap harus terus menyuarakan keadilan, berpartisipasi dalam pembangunan, dan berharap kemakmuran dapat dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat—terutama mereka yang berada di lapisan bawah.

Kembali ke topik utama: Benarkah lebih mudah membantu perjuangan rakyat Palestina dibanding melawan ketidakadilan di negeri sendiri?

Banyak yang bertanya:

> Apakah hanya tekanan militer yang bisa menghentikan arogansi kekuasaan di sana?



Jawabannya: Tidak selalu. Ada cara lain yang lebih efisien dan berdampak kuat selain bantuan militer atau logistik. Dukungan moral, ekonomi, diplomatik, serta kesadaran kolektif masyarakat global untuk menolak segala bentuk penindasan dan apartheid merupakan kekuatan besar yang tidak boleh diremehkan.

Cara-cara tersebut akan dibahas secara lebih rinci dalam artikel selanjutnya.

Salam Kemanusiaan.
Salam Demokrasi.
NKRI Harga Mati.

Oleh: Asep WW
(MCI Kota Tangerang)

Baca Juga

Post A Comment:

0 comments:

Back To Top